Halaman


.::Mari Menjadikan Di Setiap Hembusan Nafas Kita Hanya Untuk Menggapai Ridho ALLAH Subhanahu wa ta'ala, InsyaALLAH::.

Kamis, 24 Januari 2008

Syariat Islam Mengenai "Ilmu Tenaga Dalam"

Sumber

MediaMuslim.Info - Tenaga dalam merupakan salah satu bentuk 'khawariqul 'adah' (kemampuan luar biasa), adakalanya kemampuan ini berasal dari Alloh Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana yang dianugrahkan kepada wali-wali-Nya. Dan ada kalanya berasal dari syaiton yang kemudian sering dianggap sebagai anugrah ilahi, sebagaimana yang diperlihatkan oleh wali-wali syaiton tersebut.

Menurut para ulama, diantaranya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahulloh, antara kedua 'khawariqul 'adah' (kemampuan luar biasa) dapat dibedakan dengan dua tinjauan.

Yang Pertama adalah melalui keadaan orang yang mendapatkannya. Apabila orang yang mendapatkannya adalah orang yang bertakwa, dari kalangan ahli tauhid, memiliki Ilmu dalam Syariat Islam yang shohih, ikhlas dalam beribadah, tidak mengamalkan amalan-amalan bid'ah yaitu amalan ibadah yang tidak mencontoh tuntunan Rasululloh Shallallahu 'alaihi wa sallam dan bukan termasuk pelaku maksiat, maka apabila ia mendapatkan 'khawariqul 'adah' berarti itu merupakan anugrah Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Sebaliknya apabila yang mendapatkannya bukan dari kalangan ahli tauhid, seperti halnya orang-orang yang suka melakukan perbuatan syirik, misalnya memohon berkah melalui kuburan orang-orang yang dikeramatkan, mengadakan acara 'haul' (merayakan hari ulang tahun kematian) dan lainnya, maka yang diperolehnya adalah 'khawariqul 'adah' (kemampuan luar biasa) yang berasal dari Syaithan.

Begitu juga apabila yang memperoleh adalah yang suka melakukan perbuatan bid'ah, misalnya membaca dzikir-dzikir yang tidak disyari'atkan. Seperti dengan membatasi jumlah-jumlah, bentuk-bentuk, suara-suara, atau cara-cara tertentu yang tidak ada contohnya dalam syari'at. Atau orang yang suka berbuat maksiat. Misalnya tidak menjaga batas-batas pergaulan antara pria dan wanita, tidak memelihara jenggot, meminum yang memabukkan, memakan harta riba, merokok, tidak menutup aurat dan lain-lain. Apabila demikian keadaan orangnya, maka 'khawariqul 'adah yang diperoleh adalah berasal dari Syaithan.

Yang Kedua adalah melalui sebab diperolehnya 'khawariqul 'adah'. Khawariqul 'adah yang berasal dari Alloh Subhanahu wa Ta’ala hanya bisa diperoleh dengan ketaatan, keimanan dan ketakwaan. Selain itu Islam tidak mengajarkan seorang muslim untuk beribadah untuk tujuan mendapatkan 'khawariqul 'adah' (kemampuan luar biasa).

Justru itulah yang membedakan antara yang berasal dari Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan yang berasal dari Syaithan. Yaitu bahwa 'khawariqul 'adah' yang berasal dari Alloh Subhanahu wa Ta’ala tidak bisa dipelajari apalagi dibakukan menjadi semacam 'ilmu kedigdayaan', sedangkan yang berasal dari Syaithan bisa dipelajari dan bisa dibakukan menjadi suatu ilmu. Sekalipun secara zhahir dilakukan dengan membaca ayat atau dzikir. Sebagaimana difirmankan Alloh Subhanahu wa Ta’ala, yang artinya: "Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu mereka dapat menceraikan antara suami dan istrinya" (QS: Al-Baqarah: 102)

Ayat ini menunjukkan, bahwa 'khawariqul 'adah' yang dapat dipelajari adalah sihir (berasal dari Syaithan), sedangkan yang berasal dari anugrah Alloh Subhanahu wa Ta’ala tidaklah dapat dipelajari sebagaimana sihir.

(Sumber Rujukan: Fathul Bari X/223, Ibnu Hajar Al-Asqalani; Al-Furqan Baina Auliya'ir Rahman wa Auliya'isy Syaithan)

Fungsi Ilmu

www.mediamuslim.org

Fungsi Ilmu




Dikirim Oleh TIM Redaksi || Kamis, 03 Januari 2008 - Pukul: 14:29 WIB


1. Sarana paling utama menuju taqwa
Urgensi ilmu dalam kehidupan seorang mukmin yang bertaqwa adalah hal yang tidak dapat disangkal. karena ketaqwaan itu sendiri identik dengan kemampuan merealisasikan ilmu yang shahih (benar) yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman salaful umah (pendahulu umat ini).

2. Amalan yang tidak terputus pahalanya.
Ilmu merupakan sesuatu yang paling berharga bagi setiap muslim, sebab ilmu akan memelihara pemiliknya dan merupakan beban bawaan yang tidak berat, bahkan akan semakin bertambah bila diberikan atau digunakan, serta merupakan amalan yang akan tetap mengalir pahalanya, meskipun pemiliknya telah wafat, sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (artinya): Jika telah meninggal seorang manusia, maka terputuslah semua amalnya. Kecuali tiga perkara, yaitu shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, serta anak shalih yang mendoakannya. (HR Muslim)

3. Pondasi Utama Sebelum Berkata dan beramal.
Ilmu memiliki kedudukan yang agung dalam din ini, oleh karenanya ahlus sunnah wal jama‘ah menjadikan ilmu sebagai pondasi utama sebelum berkata-kata dan beramal sebagaimana disebutkan oleh Imam Bukhariy Rahimahullaahu Ta’aalaa dalam shahih-nya “Bab ilmu sebelum berkata dan beramal“ berdasarkan firman Allah ta‘ala:

فاعلم أنه لا إله إلا الله واستغفر لذنبك وللمؤمنين والمؤمنات والله يعلم متقلبكم ومثواكم

Syaikh Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullaahu ta‘ala mengatakan: “Dengan ayat ini Imam Al Bukhariy berdalil bahwa kita harus memulai dengan ilmu sebelum berkata dan beramal. Ini merupakan dalil naqli yang jelas bahwa manusia berilmu terlebih dahulu sebelum beramal dan berkata. Sedangkan secara aqli hal yang membenarkan bahwa ilmu harus dimiliki sebelum beramal dan berkata karena perbuatan dan perkataan tidak akan dinilai disisi Allah subhanahu wa ta‘ala sebagai suatu ibadah jika tidak sesuai dengan syari‘at. Sedangkan seseorang tidaklah mengetahui apakah amalannya sesuai dengan syari‘at atau tidak melainkan dengan ilmu…” (Syarah Tsalatsatul Ushul).

4 Ilmu Merupakan Kebutuhan Rohani
Kebutuhan rohani terhadap ilmu melebihi kebutuhan jasmani terhadap makan dan minuman, sebagaimana perkataan Imam Ahmad rahimahullah: ”Kebutuhan manusia akan ilmu melebihi kebutuhannya akan makanan dan minuman, sebab makanan dan minuman hanya dibutuhkan sekali atau dua kali dalam sehari, namun ilmu dia dibutuhkan sepanjang tarikan nafasnya.” Sebab rohani merupakan penggerak utama bagi jasmani, jika rohani telah kering dari ilmu maka pada hakekatnya dia telah mati sebelum mati dan manusia seperti ini ibarat mayat-mayat yang berjalan, atau hidup bagaikan binatang ternak yang tidak dapat mengambil pelajaran dan pengajaran. Allah Ta’ala berfirman (artinya):
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk neraka jahanam kebanyakan dari jin dan manusia yang mempunyai hati (tetapi) tidak mau memahami dengannya (ayat-ayat Allah), dan yang mempunyai mata (tetapi) tidak mau melihat dengannya (bukti keesaan Allah) dan yang mempunyai telinga (tetapi) tidak mau mendengar dengannya (ajaran dan nasihat); mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi; mereka itulah orang-orang yang lalai". (Q.S. Al A‘raf: 179)

Ulama’ rabbani merupakan manusia yang memiliki andil yang paling besar dalam memenuhi kebutuhan rohani mereka, oleh karenanya jika ulama telah meninggal dunia, maka hal itu merupakan musibah besar bagi kaum muslimin sebab akan hilanglah kesempatan bagi umat untuk memenuhi kebutuhan rohani mereka yang akan mengakibatkan umat ini tenggelam dalam lautan syahwat dan syubhat. Hasan al Bashri rahimahullah berkata: "Kalaulah bukan karena Ulama, maka jadilah manusia seperti binatang.”

5 Salah satu bentuk metode tashfiyah dan tarbiyah bagi umat agar tidak menjadi alat permainan iblis dan bala tentarannya .
Syaikh Salim Al-Hilali hafidzhahullah berkata: “Ketahuilah bahwa tipu daya iblis paling awal adalah memalingkan manusia dari ilmu, sebab ilmu adalah cahaya, dan jika telah padam cahaya lentera mereka, dengan mudah iblis akan membenamkan mereka dalam kedzaliman (kegelapan) sekehendaknya.(lihat Manhajul Anbiya fii Tazkiyatun Nufus, hal.110)

(Diambil dari makalah Ust. Ridwan Hamidi, Lc pada SIIP Masjid Kampus UGM tahun 2002 dengan beberapa koreksi)